Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Derita Serang Ketek Di Danau Ranau


"Pengunjung Ramai Saat Libur"
Alunan lagu Iwan Fals berjudul galang rambu anarki yang menceritakan kesulitan masyarakat miskin ditengah himpitan ekonomi dan naiknya harga kebutuhan pokok, tak jauh berbeda dengan nasib para pemilik ketek yang biasa beroperasi di tepian danau ranau Kabupaten OKU Selatan
Para pengemudi (serang) ketek yang biasa menawarkan jasa angkutan bagi pengunjung yang ingin mengelilingi danau ranau atau hanya sekedar menyeberang ke kaki gunung seminung, terpaksa harus puas dengan pendapatan mereka saat ini, lantaran kondisi kawasan wisata danau ranau hanya ramai saat musim liburan
Keindahan danau ranau yang berada di bawah kaki gunung seminung, nyatanya belum begitu menjadi magnet bagi para wisatawan, lokasi panorama ala mini hanya dipadati pengunjung saat musim liburan, akibatnya banyak warga yang mengantungkan hidupnya dari jasa perahu ketek semakin terpuruk
“iya, harus bagaimana lagi, pengunjung disini ramai kalau hari libur saja, kalau hari bisa kami hanya mengandalkan masyarakat yang tinggal di desa seberang seperti Desa Way Wangi, dan Desa Gedung Ranau yang ingin menyeberang ke Kecamatan Bading Agung,” ujar Minin (41) warga Desa Kota Batu yang biasa mangkal di dermaga pusri ini
Pria yang juga berprofesi sebagai nelayan ini menilai kurangnya keseriusan pemerintah untuk mempromosikan danau ranau juga menyebabkan kurangnya minat orang untuk datang. Padahal warga miskin seperti dirinya yang mengandalkan hidup dari mencari ikan dan mengantar wisatawan dengan modal perahu ketek dengan muatan sekitar 13 orang penumpang.
“Kalau pengunjung ramai, kita bisa menutupi biaya membeli bahan bakar minyak (BBM) karena setiap hari, dia membutuhkan sekitar lima liter solar perhari, sedang harga yang solar yang mereka dapat dari eceran berkisar Rp 6500/liter,” ujarnya
Sedang pemasukan yang didapatnya dari antar jemput warga yang memakai jasa keteknya untuk menyeberang hanya Rp10 ribu perorang. Sedang untuk tarif pelajar yang menyeberang pada hari biasa dikenakan Rp1000 perorang, untuk penumpang yang membawa motor di kenakan tarif Rp 15000 perorang.
“Masalahnya disini yang menawarkan jasa ketek ini bukan hanya saya, ada sekitar 10 orang, jadi kita bergantian sehingga pendapatan pun terkadang tidak sesuai dengan pengeluaran kita, untuk satu menyebarang kita menghabiskan sekitar dua liter solar, akhirnya selain mengantar penumpang untuk menyeberang saya juga mencari ikan, minimal untuk makan sehari-hari,” ucapnya
Senada diungkapkan pengemudi ketek lainnya Jauhari (43), warga Banding Agung ini, sebagai pengemudi (serang) ketek mereka harus memperhitungkan segala kemungkinan termasuk kondisi cuaca, tak ayal jika musim hujan dan gelombang danau ranau tinggi
terkadang mereka tidak berani untuk mencari penumpang, akibatnya mereka terpaksa mencari kerja sampingan mencari ikan tidak jauh dari tepian danau ranau
“Kalau gelombang pasang saya tidak berani menyeberang, walau ada juga berapa teman yang masih mengatar penumpang, jika tidak mencari penumpang imbasnya pendapatan jadi turun,” tuturnya pria yang sudah mengeluti profesinya hampir 10 tahun ini
Keuntungan bagi pengemudi ketek ini bisa didapat jika pengunjung Danau Ranau sedang ramai seperti hari libur sebab, banyak pengunjung yang menggunakan jasa mereka untuk menikmati keindahan danau ranau yang berada di kaki gunung seminung dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Lampung Barat
Menurutnya untuk pengunjung yang ingin berkeliling Danau Ranau tau ingin mengunjungi lokasi wisata lainnya yang berada dekat danau ranau mereka mempunyai tarif sendiri dengan sistem paket
“Untuk ke lokasi air panas, wisata lombok, dan pulau Marisa dipatok tarifnya Rp 150 ribu bagi 13 orang penumpang, sedang untuk lokasi wisata makam Si Pahit Lidah dengan jarak tempuh 1,5 jam kita pasang tarif Rp 600 ribu,” terang Irul
Dia hanya berharap pemerintah lebih memperhatikan nasib mereka, jika hanya mengandalkan pengunjung danau ranau yang tidak tentu ramainya, mereka terpaksa lebih mengencangkan ‘ikat pinggang’ demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya
“Pekerjaan kami hanya bergantung dari Danau Ranau, mau kerja kantoran sekolah tidak tamat, jadi kami hanya minta pemerintah lebih memikirkan nasib kami,” pungkasnya. (*)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel