Derita Serang Ketek Di Danau Ranau
Sunday, September 30, 2012
"Pengunjung Ramai Saat Libur"
Alunan lagu Iwan Fals berjudul galang rambu anarki yang
menceritakan kesulitan masyarakat miskin ditengah himpitan ekonomi dan naiknya
harga kebutuhan pokok, tak jauh berbeda dengan nasib para pemilik ketek yang
biasa beroperasi di tepian danau ranau Kabupaten OKU Selatan
Keindahan danau ranau yang berada di bawah kaki gunung
seminung, nyatanya belum begitu menjadi magnet bagi para wisatawan, lokasi
panorama ala mini hanya dipadati pengunjung saat musim liburan, akibatnya
banyak warga yang mengantungkan hidupnya dari jasa perahu ketek semakin
terpuruk
“iya, harus bagaimana lagi, pengunjung disini ramai kalau
hari libur saja, kalau hari bisa kami hanya mengandalkan masyarakat yang
tinggal di desa seberang seperti Desa Way Wangi, dan Desa Gedung Ranau yang
ingin menyeberang ke Kecamatan Bading Agung,” ujar Minin (41) warga Desa Kota
Batu yang biasa mangkal di dermaga pusri ini
Pria yang juga berprofesi sebagai nelayan ini menilai
kurangnya keseriusan pemerintah untuk mempromosikan danau ranau juga menyebabkan
kurangnya minat orang untuk datang. Padahal warga miskin seperti dirinya yang
mengandalkan hidup dari mencari ikan dan mengantar wisatawan dengan modal
perahu ketek dengan muatan sekitar 13 orang penumpang.
“Kalau pengunjung ramai, kita bisa menutupi biaya membeli
bahan bakar minyak (BBM) karena setiap hari, dia membutuhkan sekitar lima liter solar perhari,
sedang harga yang solar yang mereka dapat dari eceran berkisar Rp 6500/liter,”
ujarnya
Sedang pemasukan yang didapatnya dari antar jemput warga
yang memakai jasa keteknya untuk menyeberang hanya Rp10 ribu perorang. Sedang
untuk tarif pelajar yang menyeberang pada hari biasa dikenakan Rp1000 perorang,
untuk penumpang yang membawa motor di kenakan tarif Rp 15000 perorang.
“Masalahnya disini yang menawarkan jasa ketek ini bukan
hanya saya, ada sekitar 10 orang, jadi kita bergantian sehingga pendapatan pun terkadang
tidak sesuai dengan pengeluaran kita, untuk satu menyebarang kita menghabiskan
sekitar dua liter solar, akhirnya selain mengantar penumpang untuk menyeberang
saya juga mencari ikan, minimal untuk makan sehari-hari,” ucapnya
Senada diungkapkan pengemudi ketek lainnya Jauhari (43),
warga Banding Agung ini, sebagai pengemudi (serang) ketek mereka harus
memperhitungkan segala kemungkinan termasuk kondisi cuaca, tak ayal jika musim
hujan dan gelombang danau ranau tinggi
terkadang mereka tidak berani untuk mencari penumpang,
akibatnya mereka terpaksa mencari kerja sampingan mencari ikan tidak jauh dari tepian
danau ranau
“Kalau gelombang pasang saya tidak berani menyeberang, walau
ada juga berapa teman yang masih mengatar penumpang, jika tidak mencari penumpang
imbasnya pendapatan jadi turun,” tuturnya pria yang sudah mengeluti profesinya
hampir 10 tahun ini
Keuntungan bagi pengemudi ketek ini bisa didapat jika
pengunjung Danau Ranau sedang ramai seperti hari libur sebab, banyak pengunjung
yang menggunakan jasa mereka untuk menikmati keindahan danau ranau yang berada
di kaki gunung seminung dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Lampung Barat
Menurutnya untuk pengunjung yang ingin berkeliling Danau
Ranau tau ingin mengunjungi lokasi wisata lainnya yang berada dekat danau ranau
mereka mempunyai tarif sendiri dengan sistem paket
“Untuk ke lokasi air panas, wisata lombok, dan pulau Marisa
dipatok tarifnya Rp 150 ribu bagi 13 orang penumpang, sedang untuk lokasi wisata
makam Si Pahit Lidah dengan jarak tempuh 1,5 jam kita pasang tarif Rp 600
ribu,” terang Irul
Dia hanya berharap pemerintah lebih memperhatikan nasib
mereka, jika hanya mengandalkan pengunjung danau ranau yang tidak tentu
ramainya, mereka terpaksa lebih mengencangkan ‘ikat pinggang’ demi memenuhi kebutuhan
hidup keluarganya
“Pekerjaan kami hanya bergantung dari Danau Ranau, mau kerja
kantoran sekolah tidak tamat, jadi kami hanya minta pemerintah lebih memikirkan
nasib kami,” pungkasnya. (*)