Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Menghalau Trauma Akibat Gajah Liar

Trauma akibat amukan gajah liar yang dirasakan warga Talang Tais, Desa Sipin, Kecamatan Buay Pemaca, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS), berangsur-angsur sirna.


Trauma itu hilang berkat kehadiran empat ekor gajah dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sumatera Selatan yang sedang menyosialisasikan pentingnya menjaga kelestarian hewan raksasa ini.
Rona sendu tampak di wajah beberapa penduduk setiap melihat empat ekor gajah BKSDA Sumsel. Mereka masih terbayang kenangan keganasan belasan gajah liar yang pernah menyerang Talang Tais beberapa tahun lalu.
Setidaknya hal itu dialami Sudrek (56) warga Talang Tais, yang tak bisa melupakan saat gajah mengamuk, semua rumah warga hancur nyaris rata dengan tanah.
“Kejadiannya tahun 2005, tidak ada satu pun rumah warga yang untuh. Bahkan semua peralatan rumah tangga ikut rusak, hasil pertanian dan perkebunan warga yang disimpan juga habis dilahap. Suasana mencekam ini membuat warga berkumpul di dalam masjid,” ujar Sudrek seraya mengaku kehadiran gajah pikat telah mengobati trauma yang dirasakan warga setempat.
Menurut Sudrek, anggota TNI sempat diturunkan untuk mengusir kawanan gajah ini. Kini trauma keganasan gajah liar itu mulai sirna berkat kehadiran gajah pikat BKSDA Sumsel yang memang sudah jinak dan tidak membahayakan penduduk. “Dulu ada sekitar empat gajah pikat atau gajah yang bertugas menangkap kawanan gajah liar, gajah-gajah itu sudah terlatih. Saya masih ingat bagaimana gajah pikat itu menangkap dan menghalau gajah liar di pohon besar,” kata Sudrek.
Setelah kawanan gajah liar itu tertangkap, warga mulai gotong-royong mencari makanan untuk kawanan gajah pikat BKSD. “Sekarang memang masih ada empat ekor gajah liar lagi yang terkadang meresahkan warga, terutama di Desa Sidodadi karena terus menyerang warga disana,” jelasnya.
Petugas BKSDA Sumsel Darsono mengatakan, kehadiran BKSDA dan empat kawanan gajah ini sebagai bentuk sosialisasi satwa yang dilindungi oleh Undang-Undang. Selain itu, pihaknya juga berharap trauma warga akan serangan gajah dapat dikurangi dengan kehadiran gajah pikat BKSD.
“Gajah bukan satwa yang harus kita takuti apabila gajah tersebut sewaktu-waktu turun gunung. Satwa gajah biasanya melihat dan memutari jalan yang pernah dilewati. Dalam artian satwa gajah hanya melihat jalan atau perlintasan dimana ia pernah melewati jalan tersebut,” ujarnya.
Empat gajah yang dibawa BKSDA, kata Darsono, merupakan gajah yang berhasil di tangkap dari Kabupaten OKUS berapa tahun lalu dan telah menjalani pelatihan di Bukit Serelo Kabupaten Lahat dan Air Sugihan Kabupaten Banyuasin. “Ini memang gajah yang pernah ditangkap di OKUS. Usia gajah ini rata-rata 20 tahun lebih, semuanya telah menjalani pelatihan oleh pawang gajah. Ini adalah  sosialisasi kepada warga bahwa gajah merupakan hewan yang dilindungi, ” katanya.
Selain itu gajah yang dibawa juga tidak memberikan pertunjukan sebagaimana gajah sirkus lantaran empat gajah ini merupakan gajah pikat yang bertugas mengusir dan menangkap gajah liar.
Mantan pegawai BKSDA Sumatera Selatan, Akromi yang juga dikenal sebagai pawang gajah OKUS, menambahkan, pertama kali kawanan gajah liar masuk pada tahun 1985 berjumlah 60 ekor dan menghancurkan pemukiman warga Gunung Raya, Kecamatan Mekakau Ilir, yang berbatasan langsung dengan Lampung
“Dari tahun 1985, kami berhasil menangkap sekitar 27 ekor gajah. Ternyata kawanan gajah ini berpindah ke Kecamatan Buay Pemaca, khususnya Desa Sidodadi karena bebatasan dengan Gunung Raya. Terakhir tahun 2005 sekitar 14 ekor gajah menyerang Padang Tais, kami berhasil menangkap sekitar 11 ekor,” ujarnya.
Kawana gajah yang berhasil ditangkap kemudian dikirim ke Lahat, OKI, Palembang hingga Kalimatan dan Bali. Menurut Akromi, biaya untuk menangkap gajah sangat besar, seekor gajah bisa menghabiskan dana sekitar Rp50 juta.
“Seekor gajah harus ditangkap menggunakan empat ekor gajah pikat, belum ditambah biaya menjinakan gajah yang memakan waktu sekitar enam bulan. Untuk biaya membeli rantai gajah, membawa gajah pikat, membeli obat bius mencapai Rp15 juta,” katanya. /ady tjahyadi

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel