Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Berseluncur Dari Tebing Tenggalingan

Tidak bisa dipungkiri lagi pesatnya perkembangan tenologi membuat segala sesuatu praktis. Salah satunya pada alat permainan anak-anak yang dapat diperoleh dengan sangat mudah dan murah

Saat ini banyak anak kecil yang lebih suka bermain dengan Handphone (HP) atau permainan digital mereka dari pada mereka bermain dengan permainan tradisional. Namun tidak bagi bocah di Desa Bayur Kecamatan Muaradua Kisam mereka lebih memilih permainan tradisional yang hadir sejak turun temurun
Mendengar kata ”permainan tradisional anak,” terbayang seketika sebuah desa yang asri, tenang, jauh dari kebisingan mesin pabrik dengan masyarakat yang ramah, santun dan penolong. Wuih…..kapan ya bisa menikmati kembali sat-saat seperti itu
Tingginya tebing tenggalingan yang berdiri kokoh di Desa Bayur, Kecamatan Muaradua Kisam, menjadi arena permainan bagi anak-anak usia belasan, dengan menggunakan papan selebar 50 centimeter (cm) yang dipasang bekas kelahar roda sepeda motor mereka menjadikan alat itu sebagai papan seluncur
Seperti tidak peduli dengan ramainya kendaraan yang melintas di daerah tersebut mereka berseluncur dengan riangnya, padahal bahaya tertabrak kendaraan atau pun terjatuh dari papan seluncur yang sangat sederhana itu selalu mengancam keselamatan mereka. Namun semua itu tidak membuat nyali para yang rata-rata masih duduk dibangku sekolah dasar (SD) dan SMP ini sirna
“Ini dibuat dari papan, rodanya dari kelahar bekas motor, dan pakai kayu sebagai tongkat untuk berbelok, ungkap Jefri sambil berseluncur
Menurut bocah kelas I SMP Negeri Bayur ini permainan itu mereka ketahui sejak turun temurun, mereka tidak mengetahui siapa orang yang pertama kali membuat permainan itu. Namun berkat adanya alat permainan yang sangat sederhana ini dapat menambah keceriaan para bocah di Desa Bayur
Dengan sandal yang diletakkan pada siku berfungsi sebagai pelindung tangan. Jefri mengatakan setiap sore sekitar pukul 15.00 WIB mereka sudah berkumpul di tepian tebing tenggalingan untuk berseluncur. Selain tinggi dipilihnya tebing tenggalingan karena tebing itu memiliki tikungan sehingga memberikan tantangan tersendiri
“Disini ada tikungannya jadi enak untuk berseluncur, apalagi tebing ini tinggi, takutnya ketika berbelok ditikungan ada mobil atau motor yang datang dari depan,” ucapnya
Senada Budi bocah sekolah dasar ini mengaku pernah terjatuh dari papan seluncurnya hingga lengannya terluka, selian itu tidak adanya rem untuk menghentikan alat permainan mereka semakin menambah bahaya
“Ini memanang tidak ada rem, makanya kami pakai tongkat ini untuk menghentikan laju papan seluncur ini,” katakanya seraya mengatakan permainan alat tradisional ini sangat bermanfaat bagi mereka sebagai perekat pertemanan
Saat bulan puasa seperti ini, lanjut mereka semakin banyak yang memainkan alat tersebut, sambil menunggu buka puasa anak-anak Desa Bayur ini pun membuat kompetisi di antara mereka siapa yang tercepat meluncur dari tebing tenggaling, tiga sampai lima orang bocah ikut ambil bagian dari perlombaan dadakan yang mereka buat sendiri
“Memang tidak ada hadiahnya tapi kalau menang juga kami merasa senang karen bisa menjadi juara,” ucapnya
Kecenderungan menghidupkan kembali suasana pedesaan seperti ini terlihat dengan digalakkannya kembali permainan tradisional bagi anak-anak yang lama digantikan oleh game online, toys buatan pabrik, diawali dari pendidikan terendah, yaitu pra sekolah dengan memberlakukan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa lewat berbagai aktivitas kegiatan belajar dan bermain
Begitu tinggi nilai-nilai pembelajaran yang terkandung dalam permainan tradisional sebagai mahakarya nenek moyang kita. Tentunya sangat disayangkan apabila keluhuran karsa ini disia-siakan tidak dilestarikan dan pada akhirnya malah dipungut untuk diakui sebagai budaya bangsa lain. (*)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel